Bangka, Narasibabel id – PEMERINTAH Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) siap menggelar pemilihan kepala desa (pilkades) serentak pada 2021. Sebanyak 44 desa bakal mengikuti pelaksanaan ini pada 13 Oktober 2021.Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) kabupaten di Kepulauan Bangka Belitung, rencananya tetap digelar di tengah ancaman pandemi COVID-19.
Bupati Mulkan mengatakan kades yang nantinya terpilih memiliki tugas dan tanggung jawab dalam membangun dan mensejahterakan masyarakat desanya. Kades harus mampu berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait.
“Seorang kepala desa harus mampu memperkuat koordinasi dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), pihak kecamatan serta lembaga berwenang lainnya,” Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan calon kepala desa yang akan maju pada pilkades. Kandidat harus mempelajari kondisi objektif, masalah, serta potensi dan rekomendasi pembangunan desa, termasuk prioritas Sustainable Development Goals (SDGs) Desa.
Dengan begitu, calon kades harus menjadikan SDGs Desa sebagai substansi dalam memaparkan visi dan misi pembangunan desa. Dengan begitu, warga desa bisa mencermati visi dan misi secara lebih tajam dan utuh.
Dalam sejarah perkembangannya,pemilu di Indonesia menganut sistem demokrasi langsung. Artinya rakyat menjadi penentu pada setiap perhelatan pesta demokrasi. Untuk itu, pada episode yang kesekian kalinya, di 9 Provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota, Indonesia akan melaksanakan pemilihan kepala daerah dengan jumlah total 270 daerah. Jumlah yang cukup besar jika dibandingkan dengan Pilkada-Pilkada sebelumnya.
Di beberapa media, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara teknis telah mengungkapkan beberapa alasan kenapa Pilkada harus tetap dilaksanakan di tengah pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)
Sedikitnya ada empat alasan kenapa KPU tetap melaksanakan Pilkada. Menurut KPU, yang pertama adalah soal amanat peraturan yakni dengan dikeluarkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2020 sebagai landasan hukum. Artinya KPU harus menjalankan amanat undang-undang. Kedua, Jika Pilkada dihentikan dengan alasan Pandemi, maka tidak ada yang bisa memastikan kapan pandemi ini akan berakhir.
Ketiga, adalah hak konstitusional (memilih & dipilih) pada periode pergantian kepemimpinan di tingkat daerah (Provinsi & Kabupaten/Kota) harus terus dilakukan. Kemudian yang keempat adalah soal tata kelola anggaran, jika Pilkada ditunda melewati tahun 2021 maka anggaran yang cair tahun 2020 akan percuma karena melewati tahun anggaran.
Selain empat alasan tersebut, Pemerintah lewat Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga mengungkapkan bahwa akan ada 270 Pelaksana tugas kepala daerah, jika Pilkada ditunda pada tahun berikutnya.
Dengan adanya pelaksana tugas di 270 daerah akan berakibat pada tidak maksimalnya pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat. Kenapa demikian. Karena Pelaksana tugas tidak akan bisa melaksanakan tugasnya secara maksimal karena menurut undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan pelaksana tugas dibatasi wewenang dan tindakannya.
Misal, pada pasal 14 ayat 7 undang-undang tersebut mengatur bahwa badan dan atau pejabat pemerintah yang memperoleh wewenang melalui mandat tidak berwenang mengambil keputusan dan atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian dan alokasi anggaran.
Artinya, pelaksana tugas tidak punya wewenang dan tindakan pada perubahan rencana kerja pemerintah baik pada alokasi anggaran, pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai. Semua hal tersebut berpengaruh pada dinamika pemerintahan daerah.
Merujuk pada alasan di atas Pilkades tahun 2021 ini penting untuk dilaksanakan, karena demokrasi tak boleh berhenti karena Pandemi. Maka pelaksanaan Pilkada harus memperhatikan sejumlah protokol kesehatan. Demi menjaga stabilitas demokrasi.
Mengacu pada Kementerian Dalam Negeri menerbitkan Permendagri 72 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Permendagri 112 tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa ditetapkan Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian di Jakarta pada tanggal 25 November 2020. PMDN atau Peraturan Menteri Dalam Negeri yang juga dikenal dengan Permendagri 72 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Permendagri 112 tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa diterbitkan juga oleh Kementerian Dalam Negeri ke dalam Satu Naskah. Permendagri tentang Pemilihan Kepala Desa. Hal ini cukup memudahkan peraturan tentang Pilkades terbaru yang tidak terpisahkan naskahnya dengan Peraturan Pilkades terdahulu yang diubah, ditambahi, disisipi dan lain sebagainya, yang membuat sulit untuk dibaca dan dipahami, sehingga orang menjadi malas membahasnya. Menjadi Permendagri tentang Peraturan Pilkades dalam Satu Naskah.
Demi Keselamatan, KPU dan Bawaslu Harus Mengikuti Protokol Kesehatan.
DPR, KPU, dan Pemerintah Daerah terkait telah mengambil sebuah keputusan politik, bahwa Pilkades serentak akan dihelat tanggal 13 Oktober 2021.
Menyambut keputusan politik tersebut, KPU & Bawaslu mengaktifkan kembali seluruh jajaran penyelenggara Pemilu Adhoc(PPK, PPS, Panwaslu Kecamatan dan Panwaslu Desa setempat) yang sempat dibekukan karena Covid-19. Pelaksanaan Pilkades yang berbeda dari sebelumnya membuat penyelenggara, baik dari penyelenggara teknis (KPU) maupun penyelenggara pengawasan (Bawaslu) harus bekerja ekstra.
Pada Pilkades tahun 2021 ini, ada beberapa perubahan yang wajib diketahui secara bersama oleh masyarakat. Pada saat tahapan Pilkades berlangsung, KPU dan Bawaslu harus memperhatikan protokol kesehatan selama menjalankan tugasnya. Membatasi giat yang menghadirkan banyak massa, wajib menggunakan masker, dan harus mencuci tangan jika bersentuhan dengan aktifitas luar.
Bahkan saat melaksanakan kegiatan Rapat Koordinasi (Rakor) yang biasanya secara langsung (tatap muka), sekarang harus menggunakan metode daring (online) guna membatasi penyebaran Covid-19.
Namun tidak semua kegiatan bisa dilaksanakan dengan metode daring, contohnya adalah verifikasi faktual (Verfak) Bakal Pasangan Calon (Bapaslon) Perseorangan. Verfak tidak mungkin dilakukan dengan metode daring. Karena verfak modelnya adalah tatap muka langsung. Ada komunikasi langsung di situ guna mendapatkan keterangan dukungan pada pendukung Bapaslon yang bersangkutan.
Walau tatap muka langsung sejumlah protokol kesehatan harus tetap di ikuti, bagaimana protokolnya? Yakni dengan cara menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) saat verifikasi faktual dilaksanakan.
Semua hal tersebut merupakan upaya penyelenggara pemilu (KPU & Bawaslu) membatasi terjadinya penyebaran Covid-19. Karena kita tidak mau ada klaster Pilkades, setelah banyaknya istilah klaster yang terjadi pada penyebaran Covid-19 di Indonesia. ( Syapri )