Penulis : Afifudin, Taruna Utama Politeknik Ilmu Pemasyarakatan “Angkatan 56“
Opini — Saat kita membicarakan lapas, bayangan yang muncul seringkali terbatas pada tahanan yang terkurung dalam sel. Namun, dibalik dinding penjara, terdapat dunia yang rumit dan seringkali terabaikan.
Di sana, para narapidana tidak hanya berjuang melawan hukuman yang mereka terima, tetapi juga melawan musuh yang sering kali tidak terlihat Penyakit narapidana di lapas adalah masalah yang melampaui batas dinding beton dan jeruji besi.
Tuberkulosis, HIV/AIDS, hepatitis, penyakit kulit, dan berbagai penyakit lainnya menyerang narapidana dengan kekejaman yang sama seperti mereka yang di luar penjara. Apakah kita terlalu sibuk dengan urusan kita sendiri untuk memperhatikan penderitaan mereka?
Situasi kesehatan di dalam lapas seringkali jauh dari standar yang diharapkan. Kepadatan populasi, sanitasi yang buruk, serta akses terbatas terhadap layanan kesehatan memicu penyebaran penyakit dengan cepat. Narapidana menjadi rentan terhadap berbagai penyakit menular, yang seringkali sulit diobati atau dicegah dalam lingkungan yang terbatas ini.
Mari kita renungkan : apakah kita, sebagai masyarakat, harus membiarkan narapidana menderita tanpa perlindungan yang layak terhadap kesehatan mereka? Bukankah setiap individu, termasuk mereka yang telah melanggar hukum, berhak mendapat perlakuan manusiawi?
Dalam mengejar pemahaman lebih dalam tentang penyakit narapidana di lapas, kita tidak bisa melupakan relevansi teori motivasi pelayanan publik. Teori ini menawarkan pandangan yang menarik tentang bagaimana petugas lapas, meskipun dihadapkan dengan berbagai tekanan dan tantangan, dapat tetap termotivasi untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada narapidana.
Motivasi intrinsik, yang muncul dari keinginan batin inilah untuk membantu, dan motivasi ekstrinsik, yang didorong oleh insentif dan penghargaan eksternal, dapat berperan dalam membentuk perilaku petugas lapas dalam menyediakan pelayanan kesehatan kepada narapidana.
Petugas lapas yang memiliki motivasi intrinsik yang kuat akan cenderung lebih peduli terhadap kesejahteraan narapidana. Mereka mungkin lebih bersemangat dalam mencari solusi untuk meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan, memperhatikan kebersihan lingkungan, dan memperjuangkan hak-hak kesehatan narapidana.
Namun, motivasi intrinsik saja tidak cukup. Motivasi ekstrinsik, seperti penghargaan dan hukuman yang sesuai, juga dapat memainkan peran penting dalam memotivasi perilaku petugas lapas. Insentif yang tepat dapat mendorong mereka untuk bekerja dengan lebih efektif dalam memastikan penyediaan layanan kesehatan yang memadai bagi narapidana.
Meskipun teori motivasi pelayanan publik menawarkan pandangan yang menarik, mengimplementasikannya di dalam lapas tidaklah mudah. Petugas lapas seringkali dihadapkan pada berbagai tantangan yang dapat melemahkan motivasi mereka.
Kurangnya sumber daya, tekanan pekerjaan yang tinggi, dan risiko konflik dengan rekan kerja atau narapidana adalah beberapa faktor yang dapat mengurangi motivasi petugas lapas. Lingkungan yang keras dan berpotensi menghambat ini memerlukan dukungan yang kuat dari pemerintah, lembaga kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat secara keseluruhan.
Namun, mengapa kita harus peduli? Bagaimana relevansi masalah ini bagi kita semua?
Pertama-tama, ini adalah masalah kemanusiaan. Setiap individu, tanpa terkecuali, berhak mendapat perlakuan yang manusiawi dan layanan kesehatan yang layak. Kedua, ini adalah masalah masyarakat yang lebih luas. Penyakit di dalam lapas tidak hanya mempengaruhi narapidana, tetapi juga memiliki dampak pada kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
Dengan memberikan perhatian yang tepat pada kesehatan narapidana di lapas, kita dapat membangun masyarakat yang lebih sehat dan lebih aman bagi kita semua.
Dengan demikian, ini adalah masalah yang relevan dan penting bagi kita semua untuk memperjuangkannya.
Ketika kita mengeksplorasi realitas penyakit narapidana di lapas, kita diingatkan bahwa setiap individu, tanpa terkecuali, berhak mendapat perlindungan terhadap kesehatan mereka. Dalam upaya ini, teori motivasi pelayanan publik memberikan perspektif yang bermanfaat tentang bagaimana petugas lapas dapat tetap termotivasi dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada narapidana.
Namun, tantangan nyata ada di sini, dan implementasi teori ini memerlukan dukungan yang kuat dari berbagai pihak. Dengan memberikan perhatian yang tepat pada kesehatan narapidana di lapas, kita dapat membangun masyarakat yang lebih manusiawi, adil, dan berperikemanusiaan bagi kita semua. Inilah tantangan yang harus dihadapi dan kesempatan yang harus diambil.
Ditulis oleh : Afifudin, Taruna Utama Politeknik Ilmu Pemasyarakatan “Angkatan 56“