Membalong, Narasibabel.id – Tirai Hujan turun dengan lebat, dari langit yang awannya tampak kelabu pekat itu. Angkasa seolah terlihat laksana gelombang kelabu yang membayangi langit sejak petang hingga senja kala. Dalam tentang waktu itu, nun jauh di penghujung jalan, di antara rindangnya pepohonan yang daun-daunnya seolah melambai karena diterpa angin. Dari balik kaca sebuah mobil yang ditumpangi Rudi Hartono beserta rombongan, samar terlihat sebuah aula besar berdiri kokoh.
Aula itu milik desa bernama Lassar, Penduduk sedang berkumpul disana. Mereka ramah, takkan segan melemparkan senyum, untai kata selamat datang ataupun sekedar lambai sapa, pada perjumpaan yang pertama. Siapa pun yang tiba di gedung itu disambut dengan bersahaja. Desa ini berada di Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung.
Legislator Rudi Hartono, wakil mereka di Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Bangka Belitung tiba tepat pada waktu yang diharapkan. Kehadirannya bersama rombongan untuk menggelar kegiatan Reses Masa Sidang I Tahun IV yang diagendakan berlangsung hingga beberapa hari ke depan.
“Saya berharap kepada seluruh anggota masyarakat yang hadir untuk tidak usah sungkan apalagi ragu. Tidak perlu menahan-nahan. Sampaikanlah semua aspirasi itu secara terbuka. Kami mengapresiasi animo semua yang hadir disini walaupun desa kita sedang dilanda hujan yang sangat lebat.” Ujar Rudi Hartono Senin, (22/10).
Selanjutnya Anggota Komisi III DPRD Babel ini menjabarkan definisi, maksud dan tujuan diselenggarakannya reses. Sejumlah persoalan teranyar yang saat ini sedang dihadapi warga di lingkungan tempat tinggal mereka kemudian terungkap dan ditampung oleh Rudi.
Ketika keran pertanyaan di buka, warga bernama Suhadi yang juga mantan Kades setempat mendapatkan kesempatan pertama. Ia mengadukan efek negatif dari perkebunan sawit foresta, mulai dari persoalan pemanfaatan lahan yang berada di luar inti plasma, keluhan perizinan hingga CSR yang tidak pernah dirasakan warga.
Sementara sejumlah warga desa lain yang mendapatkan kesempatan bertanya selanjutnya, mengeluhkan harga pupuk yang mahal dan keterbatasan subsidi yang berpotensi mengancam kelanjutan hasil tanaman mereka. Di samping itu lampu penerangan jalan dan jembatan tambat labuh juga menjadi persolan paling mendesak yang dibutuhkan warga Desa Lassar.
Terkait hal ini, Anggota DPRD Babel ini mengarahkan Distan Babel, melalui Kabid PSP, Asdanto untuk untuk membuka semua data dan memaparkan secara gamblang kepada anggota masyarakat.
Terungkap dari dari 56 perkebunan sawit di Babel, sekitar 36% tidak mematuhi. ‘’ Untuk itu kami dari Perkebunan, bersama dengan perizinan, tata ruang, kehutanan, BPN akan membuat Satgas. Satgas itu berdasarkan atas PP 20 tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar. Jadi, kami butuh pengaduan. Pengaduan itu tolong dipahami ada 3 hal. Pertama, berapa HGU mereka. Kedua berapa IUP mereka. Dan Ketiga existing-nya, yang tertanam. Karena rata-rata yang ada disini, indikasinya banyak yang seperti itu. Termasuk Foresta, temasuk SWP, temasuk yang lain-lainnya. Kami akan melakukan penertiban dengan PP tersebut,’’ ungkapnya.
Adapun mengenai harga pupuk yang dirasa begitu mahal saat ini, hal tersebut juga tidak terlepas dari pengaruh global seperti akibat perang Ukraina dan Rusia. (Red)