Problematika Mangrove ditengah Gempuran Aktivitas Perekonomian Pesisir di Bangka Belitung

Penulis: Helvina Handayani, Mahasiswa Program Studi Konservasi Sumber Daya Alam Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung

Bangka Belitung, Narasibabel.id — Bangka Belitung merupakan provinsi kepulauan yang dikelilingi oleh ekosistem laut dan pesisir. Sebagai provinsi kepulauan yang dikelilingi oleh ekosistem pesisir, Bangka Belitung tentunya juga memiliki kawasan mangrove yang cukup luas.

Seperti yang kita ketahui, Hutan mangrove merupakan sebuah hutan dalam ekosistem pesisir yang mana memiliki peran penting dalam melindungi daerah pesisir dari kenaikan permukaan air laut, gelombang badai, tsunami, dan erosi. Tak hanya itu, ekosistem mangrove juga dapat meminimalisir dampak perubahan iklim karena kemampuannya dalam menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah besar.

Mengutip dari (Yayasan Konservasi Nusantara), diketahui bahwa walau hanya terdapat pada sebagian kecil dari total luas hutan di Indonesia, mangrove mempunyai peran penting bagi indonesia dan negara tropis lainnya dalam memenuhi tujuan pengurangan emisi GRK dalam perubahan iklim. Akan tetapi, meskipun memiliki potensi besar dalam pengurangan emisi, kelestarian ekosistem mangrove di indonesia kian menurun.

Dalam 3 dekade terakhir, indonesia telah kehilangan 40% hutan mangrove akibat konversi lahan untuk keperluan budidaya perairan, pertanian, infrastruktur perkotaan dan pertambangan. Di Bangka Belitung sendiri, diketahui sekitar 240.467,98 hektar kawasan mangrove telah rusak dalam waktu 20 tahun terakhir.

Sebagai provinsi kepulauan yang dikelilingi oleh ekosistem pesisir, kawasan pesisir di Bangka Belitung tentunya juga memiliki potensi pada aspek ekonomi nya. Hal ini kemudian membuat banyak kawasan pesisir di Bangka Belitung yang dimanfaatkan sebagai kawasan penunjang aktivitas perekonomian masyarakat. Beberapa pemanfaatan yang kerap ditemukan dikawasan pesisir tersebut diantaranya adalah tambak udang dan pertambangan timah inkonvensional (TI).

Baca Lainnya  Pariwisata Babel Tertatih-tatih Topang Ekonomi

Pernyataan tersebut didukung oleh data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, diketahui bahwa terdapat 123 unit pelaku usaha pembudidaya udang yang tercatat sampai september 2021 lalu. Adapun dikutip dari (Mongabay.co.id) untuk kegiatan pertambangan sendiri, belum diketahui secara pasti jumlah pertambangan yang dilakukan di darat dan di laut Bangka Belitung, akan tetapi menurut data yang tercatat Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terdapat 700 IUP (Izin Usaha Pertambangan) yang beroperasi setelah CnC (Clean and Clear) oleh Korsup KPK.

Hal tersebut menunjukkan bahwa telah cukup banyak kawasan yang digunakan untuk kegiatan pertambangan dan tambak udang di Bangka Belitung.

Kehadiran aktivitas pertambangan dan tambak udang yang dilakukan dalam skala besar di daerah pesisir ini tentunya dapat mempengaruhi nilai ekologis dan kelestarian pada ekosistem mangrove. Hal ini dikarenakan rata-rata usaha budidaya tambak udang dibuka dikawasan pesisir yang mana kawasan tersebut didominasi oleh ekosistem mangrove.

Hal ini menunjukkan bahwa sejak awal pembukaan tambak udang saja ekosistem mangrove sudah terancam akan tergerus dan rusak.

Baca Lainnya  Makna Hari Pahlawan 10 November 2021 Bagi Seorang Anton Charliyan

Tak hanya sampai disitu, kegiatan pertambakan udang juga menghasilkan limbah yang cukup besar yang berasal dari sisa pakan, kotoran organisme, sisa kulit dan material organik lainnya.

Limbah-limbah tersebut jika tidak diolah terlebih dahulu tentunya akan mencemari lingkungan khususnya di kawasan perairan yang didominasi oleh ekosistem mangrove yang seharusnya kita jaga.

Hampir sama dengan tambak udang, aktivitas tambang timah laut juga dapat menurunkan nilai produktivitas mangrove. Hal ini dikarenakan kegiatan pertambangan laut dilakukan dengan cara mengeruk/menghisap sedimen di dasar laut dan sisa-sia sedimen yang tidak mengandung biji timah tersebut akan di buang kembali ke permukaan laut.

Jika kegiatan pertambangan tersebut dilakukan disekitar kawasan mangrove, lama-kelamaan produktivitas dari mangrove tersebut akan menurun bahkan mati akibat dari penumpukan sedimen miskin hara di kawasan tersebut yang mana hal itu akan meningkatkan persentase kerusakan kawasan mangrove yang ada di Bangka Belitung.

Jika kita perhatikan, dapat dilihat bahwa kerusakan ekosistem mangrove yang terjadi di Bangka Belitung tersebut pada dasarnya terjadi akibat eksploitasi secara berlebihan sumber daya alam tanpa disertai upaya pemeliharaan dan konservasi lingkungan hidup, sehingga terjadilah pencemaran atas tanah, sungai, pantai dan laut. Hal ini kemudian diperparah dengan kurangnya kesadaran masyarakat setempat mengenai pentingnya menjaga kelestarian sumber daya alam sehingga menyebabkan kurang maksimalnya upaya konservasi yang dilakukan pada ekosistem mangrove.

Baca Lainnya  Dunia Pendidikan Di Era Pandemi Covid-19

Berdasarkan penelitian Ibrahim (2015), Salah satu cara yang dapat dimanfaatkan dalam menanggulangi persoalan ini adalah dengan cara menerapkan instrument ekonomi pada usaha perekonomian yang menggunakan sumber daya alam. Pemanfaatan instrument ekonomi tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

  1. mendorong konsumen agar tidak menghamburkan penggunaan sumberdaya alam.
  2. melakukan retribusi limbah/emisi sehingga pelaku bisnis/usaha akan sulit menghindar dari konsekuensi tanggungjawabnya untuk berperan aktif menjaga kelestarian lingkungan hidup.
  3. melakukan deposit-refund.
  4. mewajibkan suatu kegiatan usaha untuk menyerahkan dana kinerja lingkungan sebagai penjamin bahwa pelaku kegiatan/usaha akan melakukan reklamasi/konservasi lingkungan hidup.

Jika dilihat dari satu sisi, penerapan instrument ekonomi tersebut dalam jangka pendek memang akan menambah biaya produksi yang membebani pelaku usaha, tapi disisi lain dalam jangka panjang akan memberi dampak positif berupa kelestarian lingkungan hidup karena adanya perilaku bisnis yang mengutamakan konservasi lingkungan hidup.

Selain melalui penerapan instrumen ekonomi tersebut, untuk memperbaiki kondisi mangrove, kita perlu menginvestasikan sumber daya yang signifikan untuk menghentikan ekspansi dan praktik buruk yang ada.

Hal ini dapat dilakukan dengan memperkenalkan program restorasi mangrove yang juga meningkatkan produktivitas budidaya perairan. Dengan teknologi ini, kita tidak hanya dapat melindungi mangrove yang masih berada dalam kondisi baik, tetapi juga dapat memulihkan lahan budidaya perikanan yang produktivitasnya rendah dalam skala luas.

Penulis : Helvina Handayani
Editor : A. fajri

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *